Selasa, 11 Oktober 2011

aku suka bau hujan yang pertama kali turun, bau hujan, atau bau tanah, entahlah. yang jelas bau itu yang muncul ketika hujan pertama kali turun. tapi aku juga takut hujan, ketika ia turun dengan derasnya, ketika aku seorang diri. aku tidak suka bunyinya yang membuat suasana mencekam, terlebih saat dibarengi dengan petir yang menggelegar bersahutan. aku ingat, suatu saat aku pernah berada seorang diri di rumah. tiba-tiba langit menjadi gelap, dan hujan turun sangat deras. tidak hanya itu, petir dan gutur menggelegar. aku ketakutan. aku menangis seorang diri, meringkuk di atas tempat tidurku. aku benar-benar menangis. sangat takut. entah apa sebabnya, tapi aku benar-benar ketakutan.

namun aku juga mempunyai kenangan lain akan hujan. sewaktu SMU, ketika hujan turun diwaktu bel pulang berdering, itu artinya aku punya alasan untuk berada lebih lama di sekolah. berarti aku bisa lebih lama bersama seseorang yang kusebut cinta monyetku pula. mskipun tanpa percakapan yang berati, namun aku ingat betul, saat itu aku dapat lebih lama memperhatikan tingkah lakunya. bahkan saat ia melakukan hal-hal konyol dan kekanak-kanakan karena bosan menanti hujan reda. dan sampai saat ini, hal itu tetap menjadi rahasiaku.

aku juga pernah menderita karena hujan. aku pernah terjatuh dari kendaraan yang kukendarai saat hujan. membuat kakiku sakit, dan menyisakan luka yang tak bisa hilang di hidungku. rasa sakitnya masih kuingat. dan aku tidak ingin mengulanginya lagi.

apapun itu, hujan memiliki makna berbeda bagi setiap makhluk. namun yang pasti, hujan merupakan salah satu dari sekian waktu yang mustajab untuk berdoa. bersama setiap tetes hujan, malaikat turun ke bumi. memberi kesempatan bagi setiap makhluk untuk menitipkan doa kepada Tuhannya.

Minggu, 09 Oktober 2011

03 : 30 (inspired by U Kiss' song)


perempuan itu menatap si lelaki yang tertegun di sudut ruangan..
hujan dan secangkir kopi yang masih mengepulkan asap tepat sekali menemani si lelaki yang entah sedang terbang ke mana pikirannya. perempuan itu melangkah mendekat, hingga akhirnya terduduk di hadapan si lelaki. tanpa berbicara sepatah katapun, ia terus memperhatikan si lelaki.
"sebentar lagi, seharusnya sebentar lagi" kata lelaki itu. si perempuan tetap terdiam. tidak ada secangkir kopi di hadapannya, hanya dingin dan bunyi gemerisik hujan yang menemaninya, juga wajah sendu lelaki itu. tiba-tiba lelaki itu berdiri, dan pergi meninggalkannya. si perempuan tetap terdiam menatap secangkir kopi yang masih utuh, belum tersentuh.

"dia mengucapkan selamat tinggal tanpa memberiku kesempatan untuk berbicara" kata lelaki itu padanya.
"hari itu salju turun sangat lebat, dan saat itu jam 03.30 pagi, dan dia menelponku. aku tak bisa mengejarnya, bahkan melangkahkan kaki pun aku tak mampu" ujar lelaki itu lagi. perempuan itu diam, mendengarkan lelaki itu bercerita, entah untuk kali yang keberapa. sudah bercangkir-cangkir kopi yang ditinggalkan tanpa tersentuh sedikitpun, di kedai yang sama. dan selalu lelaki itu pergi meninggalkannya sendiri, bersama secangkir kopi yang lupa ia minum.

hari itu si perempuan tiba di rumahnya sudah larut malam, ia sangat lelah. baru sebentar ia merebahkan diri, ia lantas terlelap. namun tak lama, karena beberapa jam kemudian teleponnya berdering.
"dia kembali... kau dengar? dia kembali. dia baru saja meneleponku. aku akan menemuinya sekarang" ujar lelaki itu riang.
"pagi buta begini?" tanya si perempuan.
"kenapa? sekarang toh musim panas, tidak ada badai salju.. ya sudah, teruskanlah tidurmu." lelaki itu kemudian mengakhiri pembicaraan.
perempuan itu tertegun. menghela napas, dan bergumam.
"penantianmu sudah berakhir..,tapi rasa sakit ini, baru mulai menjalar di hatiku..."
matanya berkaca-kaca, tapi dia tidak menangis. dia hanya tertawa kecil ketika melirik waktu di daftar panggilan masuk terakhir di hp nya.
last call: 03:30